Text
FILM DAN PASCANASIONALISME
Ini bukan tentang film, melainkan ideologi—sebagaimana tiada yang melebihi film dalam menanggung beban nasionalisme di Indonesia.
Sejak pemutaran pertama Darah dan Doa di Istana Merdeka pada 1950; pengalaman Orde Baru yang memisahkan film dari bentuk seni lain, dan mengendalikannya di bawah Departemen Penerangan; sampai masa pasca-Reformasi, tempat Festival Film Indonesia masih terus menjadi ajang pengujian: apakah film Indonesia itu “sudah Indonesia” atau belum.
Bagaimanakah cara mengujinya, ketika konsep identitas, maupun konsep nasional, tidak dapat diandalkan memberi kepastian?
Namun apabila konsep pascanasionalisme terandaikan mengatasi kebuntuan nasionalisme, apakah itu berarti konsep “film nasional” boleh dibiarkan mengambang?
Buku ini mengajak diskusi, tentang bagaimana media film telah menjadi ajang pergulatan antar-wacana dalam perjuangan ideologis.
P002171B | 320.54 SEN f | Perpustakaan SMA FG | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain